Lebaran dan Simbol-Simbol Jawa

26 Juni 2017 06:40:21 WIB

Karangmojo (Sida Samekta)- Banyak paradigma atau sudut pandang orang dalam memaknai Idul Fitri. Banyak cara yang dilakukan orang untuk merayakan atau memeriahkan Lebaran. Tidak sedikit pula ritual budaya baik resmi maupun tak resmi yang sudah dibiasakan manusia dalam setiap momen 1 Syawwal.

Sebagai orang yang lahir dan besar di lingkungan alam budaya Jawa, setidaknya berbagai adat-istiadat dan tradisi Jawa yang berkaitan dengan pemaknaan dan perayaan Idul Fitri sangat kental mewarnai kehidupanku. Dan sebagai bentuknya biasanya diwujudkan dalam berbagai simbol yang bisa kita temukan dalam makanan, acara-acara tertentu, istilah-istilah yang digunakan, maupun ritual rutin.

Kalau dulu hidangan Lebaran mayoritas terdiri dari makanan khas Jawa yang sebagiannya melambangkan makna Syawwal (seperti ketupat, apem, ketan), kini telah digantikan dengan makanan hasil industri yang tinggal membeli di berbagai swalayan/minimarket yang telah bertebaran hingga pelosok-pelosok kampung. Sehingga yang terlihat adalah keseragaman menu suguhan. Rasanya pun biasa saja, karena setiap hari kita sudah biasa memakannya. Berbeda dengan dulu yang semua makanan dibuat sendiri, bahkan ada yang dikerjakan secara gotong-royong.

Sebagai masyarakat pedesaan yang kondisi ekonominya masih minim, momen Lebaran adalah hal yang sangat ditunggu. Hari raya adalah hari dimana kita bisa makan enak, makan daging atau makan yang jarang bahkan hampir tak pernah kita makan di hari-hari biasa. Dan yang paling sangat dinantikan adalah memiliki baju baru, karena memang rata-rata orang tua mampu membelikan anaknya baju baru saat Lebaran saja.

Demikian halnya acara silaturrahmi, kita mesti mendatangi semua tetangga dan saudara handai-tolan; bahkan kita rela mendatangi kerabat yang sangat jauh tempatnya walau dengan berjalan kaki, dan itu berlangsung hingga tujuh hari lamanya. Sekarang ketika semua memiliki kendaraan pribadi, kita sudah mulai malas berkunjung dengan berbagai alasan: libur kerja sedikit, keburu mau kerja/berdagang, ghirah kebersamaan yang sudah mulai menurun, juga ada kencenderungan lebih suka mendatangi mal atau tempat wisata lainnya.

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

Aduan Masyarakat

Keluhan Warga
Silahkan sampaikan keluh kesah anda dengan mengisi formulir secara lengkap

Obrolan Warga Karangmojo